Jumat, 16 Juli 2010

Mengenal buah eksotik Indonesia: Senduduk

Semasa kecil, kalau saya berkunjung ke rumah nenek nun jauh di kampung sana, Paya Pasir namanya, ayah dan ibu akan mengajak saya dan adik-adik berjalan keliling kampung berkunjung ke rumah-rumah famili melalui jalan-jalan setapak bertepi semak belukar melintasi kebun-kebun penduduk yang ditanami berbagai jenis sayur dan buah-buahan. Di tepi jalan yang kami lalui kami sering memetik buah-buahan liar yang kalau dimakan akan membuat seluruh bibir dan rongga mulut kami berwarna ungu kemerahan sampai ungu gelap seperti memakai lipstick. Buah itu tentu saja tidak seenak anggur, tetapi buat anak-anak semasa saya dulu, buah senduduk ini cukup lezat rasanya, gratis lagi!

Senduduk, kerap disebut senggani atau harendong di Jawa Barat, nama ilmiahnya Melastoma candidum D. Don., termasuk suku Melastomaceae. Nama melastoma berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu melas artinya hitam dan stoma artinya mulut. Jadi nama ini dibuat berdasarkan sifat buahnya yang jika dimakan akan menyebabkan seluruh rongga mulut menjadi berwarna ungu kehitaman.

Buah hutan ini kecil-kecil, bulat agak lonjong dengan bagian atasnya membentuk seperti sayap, bekas kelopak bunga yang sudah gugur. Diameter buahnya lebih kurang 0,5-1,5 cm, permukaan luarnya berbulu. Ketika muda kulit buah berwarna hijau kemerahan, dan jika sudah masak akan berwarna merah keunguan. Bagian dalam buah berwarna ungu gelap, agak berair dan rasanya manis, dan sebagaimana tadi sudah saya sampaikan, akan membuat seluruh rongga mulut, bibir, dan lidah, menjadi berwarna ungu. Biji senduduk kecil-kecil, warnanya cokelat. Bagian dalam alias bagian buah yang dapat dimakan mengandung gula dan berbagai senyawa-senyawa flavonoid yang bersifat antioksidan. Apabila sudah sangat ranum, buah senduduk mudah pecah di pohon memperlihatkan biji-bijinya yang kecil-kecil dan banyak. Itu sebabnya buah senduduk jarang diperjualbelikan, karena agak sukar mengumpulkan cukup banyak buah senduduk ranum yang tidak pecah dari pohonnya.



Senduduk merupakan perdu atau pohon kecil berdaun hijau tingginya sekitar 1-4 meter, banyak bercabang, batangnya bersisik dan berambut. Daunnya berwarna hijau, merupakan daun tunggal, bertangkai, letak berhadapan bersilang. Helai daun bundar telur memanjang sampai lonjong, ujung lancip, pangkal membulat, dan tepinya rata. Permukaan daunnya berambut pendek yang jarang dan kaku sehingga terasa kasar jika diraba, dengan 3 tulang daun yang melengkung, panjang 4-20 cm dan lebar 1-6 cm. Bunganya berwarna ungu, indah dan tampak mencolok, sehingga dari jauh pun pohon senduduk ini dapat dikenali dengan mudah.

Tumbuhan yang sangat mudah berkembang biak ini, menurut beberapa pustaka, merupakan tumbuhan asli atau berasal dari daerah Asia Tenggara, antara lain dari pulau Jawa dan Sumatera, tetapi sekarang sudah tersebar di banyak wilayah tropis, antara lain Amerika Latin, Hawaii, dan Asia tropis. Karena sangat mudahnya berkembang biak, di beberapa tempat, antara di kepualauan Hawaii, tumbuhan ini dianggap gulma atau tumbuhan pengganggu.

Walaupun buah senduduk sekarang sudah jarang dikonsumsi manusia, tetapi tumbuhan liar ini kadang-kadang masih dicari penduduk kampung untuk diambil daunnya dijadikan bahan baku obat tradisional. Konon katanya, daun senduduk memiliki khasiat antibakteri, sehingga air rebusan daunnya dapat digunakan sebagai cairan bilas vagina untuk mengobati keputihan atau dikumur-kumur sebagai obat sariawan.